Pada
tahun 1973, Idik Sulaeman melahirkan nama Pasukan Pengibar Bendera
Pusaka (Paskibraka). Bukan itu saja, Idik juga menciptakan seluruh
atribut yang sampai sekarang dapat dilihat dalam seragam Paskibraka.
Atribut itu mulai dari pakaian seragamnya sendiri, sampai Lambang
Anggota Paskibraka, Lambang Korps Paskibraka dan Tanda Pengukuhan.
Sebelum tahun 1973, Paskibraka tidak mempunyai Lambang Anggota maupun
Lambang Korps yang dapat dibanggakan. Berikut ini penjelasan tentang
bentuk dan makna setiap atribut.
Sejak
semula saat dimulai membentuk pasukan percobaan penggerek Bendera
Pusaka tahun 1967, pakaian seragam pasukan ini ditetapkan putih-putih,
sedangkan warna merahnya hanya digunakan sebagai aksen berupa syal
penutup leher bagian depan seperti biasa digunakan prajurit ABRI/TNI
kalau menggunakan seragam lapangan upacara. Warna putih dipilih sebagai
makna kesucian dalam melaksanakan tugas pokok mengibarkan dan menurunkan
Bendera Pusaka Merah Putih. Sebelum tahun 1981, model pakaian seragam
Paskibraka cukup sederhana, dan masih tampak penonjolan keremajaannya :
Putra dengan kemeja putih lengan panjang yang bagian bawahnya dimasukkan
ke celana panjang putih dengan ikat pinggang juga berwarna putih; Putri
dengan kemeja lengan panjang dengan bagian bawah model jas. Tetapi
setelah tahun 1981 dan seterusnya sampai sekarang, dengan alasan
disamakan modelnya dengan seragam ABRI/TNI dari kelompok 45/pengawal,
seragam Paskibraka mengalami perubahan. Paskibraka putra menggunakan
kemeja model jas dengan gesper lebar dari kain, sementara Paskibraka
putri tidak berubah. Dengan tampilan baru ini, Paskibraka memang
kehilangan penampilan remajanya dan terlihat seperti orang dewasa.
Lambang
Anggota Paskibraka dikenakan di kelopak bahu baju berupa kontur warna
perak di atas bulatan putih yang diletakkan pada segi empat berwarna
hijau. Semula, pada kelopak bahu seragam Penggerek Bendera dikenakan
lambang dengan tanda ciri pemuda dan Pramuka — karena kedua unsur inilah
yang menjadi pendukung pasukan. Lambang untuk pemuda berupa “bintang
segilima besar” sedangkan untuk Pramuka berupa “cikal kelapa kembar”.
Namun, penggunaan “dua sejoli” lambang itu mendapat kritikan negatif
dari sejumlah pihak yang “kurang” senang dengan keberhasilan dan
popularitas pengibar bendera pusaka yang begitu cepat naik. "Bintang
Polisi kok masih dipakai," kata satu pihak. "Lambang Pramuka tidak benar
digunakan tanpa mengenakan seragam Pramuka!" seru yang lain pula.
Itulah yang kemudian mendorong Idik Sulaeman merancang Lambang Anggota
Paskibraka yang baru dan dapat menggambarkan siapa sebenarnya para
anggota Paskibraka itu.
Lambang anggota Paskibraka adalah setangkai
bunga teratai yang mulai mekar dan dikelilingi oleh sebuah gelang
rantai, yang mata rantainya berbentuk bulat dan belah ketupat. Mata
rantai bulat berjumlah 16, begitu pula mata rantai belah ketupat. Bunga
teratai yang tumbuh dari lumpur (tanah) dan berkembang di atas permukaan
air bermakna bahwa Anggota Paskibraka adalah pemuda yang tumbuh dari
bawah (orang biasa), dari tanah air yang sedang berkembang (mekar) dan
membangun. Tiga helai kelopak bunga tumbuh ke atas bermakna “belajar,
bekerja dan berbakti”, sedang tiga helai kelopak ke arah mendatar
bermakna “aktif, disiplin dan gembira”. Mata rantai yang saling
berkaitan melambangkan persaudaraan yang akrab antar sesama generasi
muda Indonesia yang ada di berbagai pelosok (16 penjuru angin) tanah
air. Rantai persaudaraan tanpa memandang asal suku, agama, status sosial
dan golongan akan membentuk jalinan mata rantai persaudaraan sebangsa
yang kokoh dan kuat, sehingga mampu menangkal bentuk pengaruh dari luar
dan memperkuat ketahanan nasional, melalui jiwa dan semangat persatuan
dan kesatuan yang telah tertanam dalam dada setiap anggota Paskibraka.
Untuk mempersatukan korps, Paskibraka di tingkat nasional, provinsi dan
kabupaten/kota ditandai dengan Lambang Korps yang sama. Untuk tingkat
provinsi dan kabupaten/kota, Lambang Korps harus ditambahi dengan tanda
lokasi terbentuknya pasukan. Sebelum tahun 1973, Lambang Korps Penggerek
Bendera berupa lencana berbentuk perisai dari bahan logam kuningan
dengan gambar sangat sederhana: di tengah bulatan terdapat bendera merah
putih dan di luar lingkaran terpampang tulisan “PASUKAN PENGEREK BENDERA
PUSAKA”. Sejak
1973 sampai sekarang, Lambang Korps Paskibraka dibuat dari kain
bergambar atau bordir yang langsung dijahitkan di lengan kanan seragam.
Bentuknya perisai berwarna hitam dengan garis pinggir dan huruf berwarna
kuning yang bertuliskan ”PASUKAN PENGIBAR BENDERA PUSAKA” dan tahun
pembentukan pasukan (di ujung bawah perisai). Di dalam perisai terdapat
lingkaran bergambar sepasang anggota Paskibraka dilatarbelakangi Bendera
merah putih yang berkibar ditiup angin dan tiga garis horison atau
awan.
Sebagai
tanda berakhirnya Latihan Kepemimpinan Pemuda Tingkat Perintis/Pemuka
(sebagaimana juga berakhirnya Latihan Kepemimpinan Pemuda/Kepemudaan
tingkat lain) setiap peserta dikukuhkan oleh Penanggungjawab Latihan
dengan pengucapan ”Ikrar Putera Indonesia” sambil memegang Sang Merah
Putih dan kemudian menciumnya dengan menarik nafas panjang sebagai
"kiasan" kesediaan untuk senantiasa setia dan membelanya. Tanda
pengukuhan berupa kendit atau pita/sabuk dibuat dari kain. Kendit adalah
tanda ksatria pada zaman dahulu yang mengikrarkan kesetiaannya kepada
kerajaan. Sebagai pemegang kendit, para peserta latihan pun diharapkan
memiliki sifat ksatria dalam pemikiran, perkataan dan perbuatannya
seharihari. Awalnya, pada latihan untuk Pasukan pertama sampai keempat
(1968–1971) kendit Tanda Pengukuhan masih polos dengan dua warna,
masing-masing hijau untuk anggota pasukan dan ungu untuk para
penatar/pembina. Karena kendit warna polos menyerupai sabuk kecakapan
olahraga beladiri, maka oleh Idik Sulaeman disempurnakan menjadi kendit
bermotif Motif tersebut berupa gambar rantai bulat dan belah ketupat
seperti pada Lambang Anggota, dengan jumlah masing-masing 17 untuk
rantai bulat dan rantai belah ketupat. Setiap mata rantai bulat maupun
belah ketupat diisi dengan huruf yang membentuk kalimat ”PANDU INDONESIA
BER-PANCASILA”.
Semula, ukuran lebar dan panjang kendit adalah 5
cm dan 17 dm, untuk melambangkan angka tanggal 17 (dari 17 Agustus
1945) dan 5 (jumlah sila dalam Pancasila). Namun, karena kesulitan
teknik pencetakan motifnya, ukuran kendit baru dengan motif rantai dan
huruf diubah menjadi lebar 5 cm dan panjang 14 dm (140 cm). Tanda
pengukuhan berupa lencana digunakan untuk pemakaian harian. Sebelum
1973, lencana ini hanya berupa merah putih —tanpa gambar garuda— dengan
ukuran tinggi 2 cm dan panjang 3 cm. Lencana yang dipakai sejak 1973
sampai saat ini berbentuk persegi berukuran tinggi 1,8 cm dan panjang 4
cm, dengan tanda merah-putih di sebelah kanan dan Garuda di sebelah kiri
(dilihat dari sisi pemakainya, bukan dari depan). Ukuran lencana untuk
Penatar (warna ungu) sedikit lebih kecil, yakni tinggi 1,5 cm dan
panjang 3,5 cm. Warna dasar di belakang Garuda disesuaikan dengan jenis
latihannya, atau dengan kata lain sama dengan warna dasar kenditnya.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar